Seharusnya saya menuliskan
artikel ini saat bulan Romadhon kemarin, sekarang sudah masuk bulan Syawal.
Sayangnya waktu bulan Romadhon lalu, hadits-hadits pendukungnya waktu itu
dicari-cari belum ketemu.
Kebetulan, tadi sore saya dan
beberapa teman ditraktir makan. Tercetuslah pertanyaan: “Kan ada dalilnya,
kalau saat Romadhon, setan dibelenggu. Tapi kenapa, kok banyak juga yang
marah-marah dalam porsi yang ‘bukan dia banget’? Lalu ada juga orang-orang yang
diberitakan kesurupan, padahal kan setan dibelenggu?”
Saya jadi ingat lagi tentang hal ini. Hadits
tentang setan yang dibelenggu di atas salah satunya adalah hadits berikut:
Dari Abu Huroiroh RA, bahwa Rosululloh SAW
bersabda: “Bila bulan Romadhon tiba, maka dibukalah pintu-pintu surga,
pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan pun dirantai / dibelenggu.” (HR
Muslim K. Shoum)
Dari penjelasan yang pernah saya terima, penjelasan
tentang setan yang dirantai / dibelenggu ada dua.
Yang pertama, adalah makna asli, yaitu memang setan
dibelenggu. Namun tidak semua setan yang dibelenggu. Yang kedua, adalah makna
yang tersembunyi, yaitu bahwa gerakan setan dibatasi
Sandaran haditsnya saya cari-cari, ada di Sunan Abu
Daud:
Dari Shofiyyah, dia berkata; Rosululloh SAW
beri’tikaf, kemudian aku datang menjenguk beliau pada malam hari. Lalu aku
mengajak beliau berbicara kemudian berdiri dan kembali. Lalu beliau berdiri
bersamaku untuk mengantarku. Tambahan: tempat tinggal Shofiyyah adalah di rumah
Usamah bin Zaid.
Kemudian terdapat dua orang laki-laki anshor
yang lewat. Kemudian saat mereka melihat Nabi SAW, maka mereka mempercepat
jalan. Lalu Nabi SAW bersabda: “Perlahanlah berjalan. Dia adalah Shofiyyah
binti Huyai.” Mereka berkata; Subhanalloh wahai Rasulullah.
Beliau bersabda: “Sesungguhnya setan berjalan
pada diri manusia melalui tempat mengalirnya darah. Aku khawatir ia akan
melemparkan sesuatu -atau beliau mengatakan: keburukan- pada hati kalian
berdua.” –al-hadits (Sunan Abu Daud, K.Shoum).
Shofiyyah adalah istri Nabi Muhammad yang
sebelumnya merupakan tahanan sewaktu perang Khoibar, istri seorang pangeran
yang baru saja diangkat menjadi raja saat umat Islam mengajak Islam ke Khoibar,
namun tidak mau masuk Islam. Akhirnya diperangi, dan Shofiyyah diperistri oleh
Nabi Muhammad dengan mas kawin berupa pembebasannya.
Hadits di atas merupakan hadits tentang i’tikaf,
yang dimasukkan pada Bab Puasa, dan diletakkan oleh Imam Abu Daud di
hadits-hadits tentang 10 malam akhir di bulan Romadhon, sehingga sangat besar
kemungkinan kisah ini terjadi pada bulan Romadhon.
Di hadits di atas, Sofiyyah berkunjung ke masjid,
namun tidak ikut i’tikaf (mungkin sedang haidh), kemudian Nabi mengantar
Shofiyyah. Ternyata ada dua orang Anshor yang melihat mereka berdua. Mungkin
karena waktu itu gelap, mereka tidak tahu bahwa wanita tersebut adalah
Shofiyyah, salah satu istri Nabi. Nabi, yang mengetahui bahwa ada orang yang
melihat, dan khawatir kedua orang tersebut suudzon, bersabda bahwa yang memberikan
perasaan su’udzon tersebut adalah setan.
Dari sini bisa diambil kesimpulan, bahwa pada saat
Romadhon, tidak semua setan diikat, atau bisa juga bahwa gerakan setan
dibatasi, tidak seperti pada bulan-bulan yang lain.
Wallohu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar